Perkembangan umat Gereja Katolik di Indonesia tidak terlepas dari peranan katekis sebagai pintu utama orang mengenal Yesus. Mereka hadir di tengah umat ibarat seorang pernabur sabda Allah yang nyata. Lewat pengajaran dan katekese, baik di lingkungan pendidikan formal, masyarakat, kelompok binaan kategorial maupun di lingkungan pemerintahan, mereka tampil beda dalam menghadirkan Kristus, yakni dengan sukacita.
Berbagai macam cara metode didaktik pengajaran dan pola pendekatan yang disajikan oleh para katekis (guru agama) sebagai Injil yang hidup dan dinamis membuat orang ingin bergabung dalam Gereja Katolik. Tentu saja tidak semua orang Katolik bisa melakukannya. Hanya mereka yang mendapat anugerah khusus dari Allah yang bisa menjadi seorang terpanggil untuk mengajar tentang Kristus dalam lingkungan Gereja Katolik. Mereka dipanggilan Allah untuk menjadi jembatan sabda-Nya di tengah umat yang sedang berziarah di muka bumi. Atas dasar demikian, pada tahun 1960, P. Heselaars, SJ mendirikan Pusat Kateketik dengan menerbitkan berbagai buku metode katekese (pewartaan) untuk guru agama Katolik di Indonesia.
Tahun ini, lembaga Pendidikan Agama Katolik (Pendikkat) yang beralamat di Jalan Jazuli 2 Kotabaru, Yogyakarta merayakan Dies Natalis ke-60. Para panitia yang terdiri dari dosen, mahasiswa, dan alumni dengan semangat dan gembira mempersiapkanya. Persiapan panitia inti cukup singkat, baik lewat Zoom maupun tatap langsung dengan berpegang pada tema “Berjalan Bersama Untuk Bersaksi”.
Tema tersebut menggelinding untuk bersinergi dengan siapa saja sebagai partner untuk mewartakan Kristus saat ini. Semua orang didorong untuk mengenal Kristus yang hadir 2.000 tahun lalu dalam konteks sekarang dengan mengenal-Nya melalui Injil yang diwartakan oleh guru agama di tengah gelembung arus teknologi saat ini.
Semangat pesan Yesus kepada para rasul sebelum Ia naik ke surga menjadi dasar spiritualitas para katekis untuk bergerak mewartakan karya keselamatan di muka bumi ini. “Pergilah dan jadikanlah semua bangsa murid-Ku, baptislah mereka dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus” (Mat. 18: 19). Pesan dan tugas tersebut masih menggema di sepanjang kehidupan Gereja hingga saat ini. Siapakah yang bisa menganggapi seruan yang dahsyat ini? Salah satunya adalah para katekis yang siap melaksanakan tugas dengan menguatkan diri sebagai murid Yesus modern.
Berikut petikan wawancara dengan Rm. B. Agus Rukiyanto, SJ selaku Ketua Program studi Penddikan Agama Katolik (Pendikkat) Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, Kamis, 19 Mei 2022.
Bagaimana progress persiapan HUT Pendikkat ke-60 ini? Siapa saja yang terlibat dalam kepanitiaanya?
Panitia sudah terbentuk. Anggota panitia terdiri dari para dosen, alumni dari berbagai angkatan, dan para mahasiswa. Mereka dengan cepat menanggapi kegiatan ini. Tentu saja setiap angkatan diutus untuk menjadi panitia agar mulai dari perencanaan hingga puncak acaranya dapat dilaksanakan dengan lancar dan sukses. Kami para dosen di lembaga ini pun masing-masing dengan caranya sendiri untuk ambil bagian dalam kepanitian inti acara.
Bagaimana strategi Rama agar HUT ini tetap berjalan di tengah pandemi yang sampai saat ini belum berakhir?
Untuk memperlancar kegiatan ini, kami rapat dengan meggunakan berbagai platform media sosial yang ada. Saat ini rapat-rapat dijalankan melalui Zoom. Masing-masing seksi/bidang dapat berkoordinasi sendiri untuk memperlancar pelaksanaan tugas. Diharapkan semua yang terlibat tetap semangat meskipun kita masih dilanda oleh situasi pandemi Covid-19.
Dalam persiapannya, hal-hal apa saja yang mendukung dan masih kurang?
Sejauh saya pantau dan juga ikut terlibat dalam rapat kepanitian, tentu banyak hal yang mendukung kegiatan ini. Salah satunya antuasias para alumni yang tersebar di nusantara ini. Selain itu, sarana komunikasi yang lancar melalui grup WhatsApp atau Zoom mempermudah kami untuk memviralkan gawe ini. Dan, tentunya yang utama adalah bagaimana antusias dan kerja sama yang baik para anggota panitia sebagai kekuatan dan keunggulan dalam keberhasilan sebuah acara. Yang masih kurang maksimal ialah usaha dana belum bisa jalan karena proposal belum jadi, padahal kita harus cepat bergerak. Persiapan seminar nasional juga belum maksimal, padahal tinggal 2 bulan lagi.
Kira-kira apa saja kesulitan yang paling mendasar Dies Natalis kali ini?
Kami harus mengakui bahwa dana untuk mendukung kegiatan ini masih kurang. Bahkan belum cukup. Ya, dana masih harus dicari. Tentu saja kami tidak segan-segan meminta kepada alumni dan para donator yang simpati dengan para katekis. Untuk mendukung kegiatan ini, kita sudah membuat rekening khusus Dies Natalis ke-60, yaitu BRI KC Yogyakarta Cik Ditiro 002901002588565 a.n. Yoseph Kristianto/B. Agus Rukiyanto dan BCA KCP Mangkubumi 1260807052 a.n. Yoseph Kristianto/B. Agus Rukiyanto. Sedangkan untuk para pemimpin religius yang anggotanya pernah mengenyam pendidikan di lembaga ini, para panitia sudah membuat proposal khusus.
Bagaimana sejarah singkat dan profil lembaga ini, Rama?
Pada tahun 1960, P. Heselaars, SJ mendirikan Pusat Kateketik dengan kegiatan-kegiatan antara lain menerbitkan buku-buku, mengadakan penataran para guru, dan ceramah-ceramah untuk kelompok-kelompok kategorial lainnya.
Pada tanggal 1 Agustus 1962, Yayasan Akademi Kateketik Katolik Indonesia (AKKI) didirikan untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi Kateketik. Pada tahun 1968, Pusat Kateketik beserta AKKI berpindah tempat dari Jl. P. Senopati 20 Yogyakarta ke Jl. Abubakar Ali 1 Yogyakarta. Tanggal 31 Maret 1971, AKKI berubah nama menjadi Sekolah Tinggi Kateketik Pradnyawidya. Tahun 1985, Sekolah Tinggi Filsafat Kateketik Pradnyawidya memulai program sarjana satu (S-1).
Kemudian, tanggal 14 Februari 1995, STFK Pradnyawidya merger dengan Universitas Sanata Dharma sehingga berubah menjadi Fakultas Ilmu Pendidikan Agama (FIPA), Jurusan Pendidikan Agama Katolik, Program Studi Pendidikan Agama Katolik. Tahun 1999, FIPA USD berubah menjadi Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik (IPPAK) dan menjadi bagian dari FKIP USD.
Karena perkembangan kurikulum begitu dinamis, maka tahun 2003 IPPAK mengajukan akreditasi, mendapat peringkat A, sampai sekarang. Pada tanggal 27 September 2019, Prodi (Program Studi) IPPAK berubah menjadi Pendidikan Keagamaan Katolik (Pendikkat) hingga sekarang. Jumlah alumni yang dicetak dari lembaga ini sebanyak 1.100 guru agama. Mereka tersebar baik dalam negeri maupun luar negeri dengan tugasnya masing-masing. Selain tugas utama menjadi dosen, guru agama Katolik di sekolah maupun di paroki, ada yang setelah keluar dari lembaga ini menjadi pastor maupun tentara angkatan darat. Beberapa menjadi kepala Bimas Departemen Agama RI, baik tingkat pusat maupun kota dan provinsi.
Br. Flavianus Ngardi, MTB
Foto: Rm. B. Agus Rukiyanto, SJ (Sumber: Istimewa)
129 Views
0 comments