Satu bulan berlalu tanpa terasa pemberlakuan stay at home, work for home, kuliah/sekolah online, dan lain-lain sudah kita jalani dengan menunggu dalam ketidakpastian. Harapan untuk melihat dunia luar, bertemu secara nyata bersama orang-orang seperti biasanya, rasanya masih perlu waktu untuk menantinya dengan bersabar.
Pemerintah semakin mengencangkan peraturan karena episentrum tidak lagi jelas. Kasus tidak lagi import case, tetapi local case, dan hal ini membingungkan strategi pemetaan wilayah bagi Gugus Tugas COVID-19. Episentrum tidak lagi hanya di Jakarta, tetapi sudah di mana-mana, bahkan di wilayah pedalaman Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua.
Istilah dalam COVID-19 tidak lagi OTG (Orang Tanpa Gejala), ODP (orang Dalam Pengawasan), dan PDP (Pasien Dalam Pemantauan) tetapi bertambah, yakni OTJ (Orang Tidak Jujur) atau PTJ (Pasien Tidak Jujur).
Masyarakat Indonesia sebagian telah pulang ke kampung halaman, khususnya di Pulau Jawa, baik Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Oleh karena itu, sangat wajar dan tidak heran jika kasus semakin banyak dan terus meningkat. Bahkan, pasien meninggal karena COVID-19 juga masih relatif besar meski angka kematian tertinggal dengan angka kesembuhan.
Data sampai pada 25 April 2020, angka kesembuhan 12,18 % sedangkan angka kematian atau Case Fatality Rate (CFR) 8,38. %. Itulah data penghitungan riil di Indonesia yang semakin memprihatinkan. Situasi culture di Indonesia sangat memengaruhi dalam meningkat atau menurunnya kasus COVID-19 sehingga pemerintah perlu memberikan ketegasan agar kasus tidak semakin parah. Dengan kebijakan yang tegas, maka COVID-19 bisa segera berlalu. Jika kebijakan yang diambil tidak seperti itu, maka masa pandemi di Indonesia akan menjadi lama.
Sebulan lebih masyarakat Indonesia stay at home dan di luar terjadi perubahan yang juga bisa dirasakan. Tidak lagi terdengar kebisingan, udara mulai terasa segar. Tingkat kesadaran menjaga kesehatan meningkat dengan bertambahnya para pejalan kaki ataupun yang jogging. Situasi seperti ini membuat Ibu Pertiwi bisa bernapas lega. Pemanasan global terkurangi menjadi pendinginan global. Polusi sangat menurun, udara menjadi bersih, jalanan sepi, kemacetan tidak lagi terjadi.
Di beberapa negara Eropa, bahkan di luar Eropa seperti di India dan Amerika, telah terjadi perubahan alam yang bisa dirasakan. Binatang-binatang langka yang selama ini tidak pernah dilihat mulai bermunculan bahkan berkeliaran di wilayah perkotaan maupun permukiman manusia. Langit biru terlihat di Tiongkok, air mengalir bening di Venesia, Italia. Bumi tidak lagi mengalami kegelapan, kesesakan, dan penderitaan. Bumi bersukacita, bersorak-sorai merayakan alam yang tidak lagi dijajah oleh manusia.
Sungguh, sangat dirasakan keharmonian alam semesta bagi bumi karena manusia tidak lagi menganggunya. Sebaliknya bagi manusia, untuk mempertahankan hidupnya selama tinggal di rumah yang mempunyai halaman atau lahan meski sedikit, mereka masih bisa bercocok tanam demi memperkuat ketahanan pangan. Masyarakat pun mulai sadar dengan kebersihan diri dengan sering mencuci tangan. Budaya bersih-bersih rumah yang biasanya dilakukan jika sempat saat ini menjadi kegiatan rutin. Gang-gang menjadi bersih karena masyarakat tinggal di rumah dan mempunyai waktu untuk menjaga kebersihan lingkungan.
Pandemi ini membawa rahmat tersendiri. Pemerintah tidak lagi bersusah-payah mencari cara bagaimana mengurangi polusi udara atau berapa persen emisi udara harus diturunkan. Petugas kesehatan tidak lagi harus mengumpulkan warga untuk memberi penyuluhan masyarakat tentang bagaimana menjaga kesehatan dengan meningkatkan imun. Masyarakat disadarkan menjaga kesehatan diri sendiri dengan maraknya pesan WhatsApp, baik pribadi atau grup, mengenai cara meningkatkan daya tahan tubuh dan menjaga Kesehatan.
Sebagai umat Kristiani, kita disadarkan untuk mencintai diri dengan menjaga kesehatan sebagai wujud tindakan melindungi bait Allah.
Dengan pandemi ini pun Tuhan sedang bekerja dan mungkin ini cara Tuhan mendidik manusia agar peka terhadap alam. Alam seperti dilahirkan kembali. Alam kembali pada citra-Nya, manakala tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang hidup berdampingan dengan manusia dan membawa keseimbangan ekosistem.
Kehadiran Tuhan bisa dinyatakan dalam setiap peristiwa, peristiwa yang gelap dan penuh derita sekalipun. Sehabis hujan akan datang pelangi, habis gelap terbitlah terang, penderitaan melahirkan kebangkitan dan sukacita.
Sr. Jeannette MASF
Ilustrasi: Fr. Ardi Jatmiko, SJ
555 Views
0 comments