“I want my husband look likes my Daddy.” Sepenggal lirik lagu yang dinyanyikan Beyoncé Knowles ini seakan tepat melukiskan perasaan hatiku. Kekagumanku pada kepribadian ayahku yang baik membuat aku bermimpi memiliki suami yang mirip dengan ayahku.
Setelah merasakan pahit getirnya menjalin relasi dengan seorang pria, Tuhan mengabulkan permohonanku. Dia mempertemukan aku dengan seorang pria yang membuatku merasa nyaman. Aku seperti menemukan pengganti ayahku yang sudah meninggal.
Peran seorang ayah dalam pengasuhan anak, terlebih anak perempuan, sangatlah penting. Ada yang mengatakan cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya. Father is daughter’s first love. Aku pun merasakan itu. Almarhum ayahku sangat memperhatikan istri dan anak-anaknya. Sejauh pengamatanku, tak pernah ayahku marah atau berlaku kasar kepada istri dan anak-anaknya
Ayah adalah sosok pekerja keras dan mengusahakan agar anak-anaknya mendapat perhatian, kasih sayang, dan pendidikan yang terbaik. Meski kami pernah mengalami kesulitan ekonomi, Ayah tak pernah abai untuk menolong orang lain yang berkesusahan. Ayah sangat penyabar. Hobinya pun hanya tidur dan berdiam diri di rumah sembari menonton pertandingan sepak bola. Sesekali aku mengajak Ayah jalan-jalan ke mal untuk mengusir penat.
Sayangnya, Tuhan memanggil pahlawanku itu begitu cepat. Tahun 2012 ayah yang hebat dan luar biasa itu dipanggil Tuhan setelah menderita sakit. Tak terbayangkan betapa terpukulnya aku saat itu. Di pinggir peti berkali-kali aku menyebut namanya sambil meneteskan air mata.
Setelah kematian Ayah, aku merasa kehilangan sosok tempatku bersandar. Pada malam-malam sepi, ketika kerinduan kepada almarhum ayahku kian mencengkeram, aku mendaraskan doa, “Tuhan, tolong berikanlah aku pasangan hidup yang memiliki sifat-sifat Ayah yang baik. Seorang pria yang mampu mengayomi dan melindungiku saat aku merasa berbeban berat. Bila lelaki itu memang jodoh dari-Mu, tolong permudah jalan kami untuk mengikat janji di altar-Mu.”
Sayangnya, aku berkali-kali bertemu pria yang salah. Namun, puji Tuhan, Dia menunjukkan kelemahan pria itu sehingga hubungan kami tidak terlalu dalam. Aku pun lelah dalam penantian. Aku sungguh berharap dapat menikah sebelum usia 30 tahun.
Suatu ketika seorang teman memperkenalkan aku dengan seorang dokter spesialis kandungan yang religius. Umur dokter tampan itu sudah matang. Ketika merajut hubungan dengannya, aku berpikir dalam hati, “Pria ini sifat-sifatnya kok mirip almarhum Ayah, ya?” Dokter ini pekerja keras, hidupnya sederhana dan lurus. Ia menghabiskan hidupnya dengan bekerja. Ia juga sosok penyayang dan peduli dengan penderitaan orang lain.
Maka, aku kembali memanjatkan doa, “Tuhan, kalau pria ini memang jodohku, tolong tunjukkan dan berikan jalan terbaik serta kemudahan dalam menjalin hubungan ini. Berikanlah terang Roh Kudus agar kami bisa menjalin hubungan yang lebih serius. Lelaki ini memang tidak sesempurna almarhum ayahku, tetapi aku akan berusaha menerimanya, baik kelemahan maupun kelebihannya.”
Lelaki ini ingin membawa hubungan kami ke tahap yang lebih serius. Aku kian takut dan bertanya-tanya, apakah lelaki ini memang jodoh yang Tuhan siapkan untukku? Perjalanan cinta kami pun tidak berjalan semulus jalan tol.
Pernah lelaki ini membuatku menangis. Ia sempat mengingkari komitmennya. Dengan berat hati aku memutuskan ingin mengakhiri hubungan ini. Namun, kekasihku ini menunjukkan iktikad baik untuk meminta maaf dan berubah. Aku sadar memaafkan itu memang mudah, tetapi melupakannya yang sulit.
Di hadapan salib Tuhan, aku kembali mendaraskan doa, “Tuhan, kalau pria ini memang jodohku, kuatkan hatiku untuk bisa memaafkan dan melupakan kesalahannya. Tolong, mudahkanlah hubungan kami untuk bisa terus selalu berjalan dalam terang Roh Kudus-Mu.”
Kemudian, aku melihat perubahan besar pada pasanganku ini. Dokter Eduardus Raditya, SpOG hampir tidak pernah menyakitiku lagi. Aku merasakan ia jauh lebih terbuka menceritakan masalahnya. Rasa sayangnya pun kian besar. Akhirnya, kami mengikat janji di altar Gereja Hati Santa Perawan Maria Tak Bercela Kumetiran Yogyakarta pada 2 Desember 2017. Di hadapan Tuhan kami berjanji tetap setia di dalam untung dan malang, dalam sehat dan sakit. Aku merasakan Ayah “hadir” dan tersenyum dari surga melihat pernikahaku ini.
Kekuatan doa sungguh luar biasa, Tuhan mengabulkan keinginanku. Suamiku begitu mirip dengan almarhum ayakuh. Rasanya aku seperti melihat sosok ayah “hidup” di dalam dirinya. Pekerjaannya sebagai dokter dijadikannya sarana untuk menolong sesama yang sakit dan menderita, terutama ibu hamil. Ia juga membantu persalinan. Begitu pun ayah semasa hidup, ia sangat peduli pada kesusahan orang lain.
Setiap mengikuti Ekaristi Kudus di gereja, tak henti-hentinya aku mengucap syukur kepada-Nya. Ia mengabulkan permohonanku tepat pada waktu-Nya. Akhirnya, kutemukan pelabuhan hatiku. Dalam hati aku berterima kasih kepada almarhum ayahku yang menjadi perantara doa-doaku.
Penulis: Bernadeta Dinda Putri
Ilustrasi: freepik.com
252 Views
0 comments